Lebih Brutal, Lebih Gelap: Ini yang Beda dari Don't Breathe 2 - YUDA MUKTI BLOG
News Update
Loading...

Thursday, June 26, 2025

Lebih Brutal, Lebih Gelap: Ini yang Beda dari Don't Breathe 2

Kalau kamu pernah nonton film Don't Breathe pertama, pasti masih ingat betapa tegangnya suasana saat para remaja mencoba merampok rumah seorang kakek buta dan ternyata, si kakek ini jauh dari kata "korban". Nah, di sekuel keduanya yang berjudul Don't Breathe 2, cerita jadi jauh lebih gelap, brutal, dan penuh kejutan. Tapi kali ini, alurnya agak beda dan bikin penonton bingung: siapa sih sebenarnya tokoh utamanya? Siapa yang jahat? Siapa yang harus kita dukung? Kalau kamu penasaran sama review lengkap dan rekomendasi film seru lainnya, langsung aja cek website Ngefilm yang membahas ulasan film buat dapetin referensi tontonan yang gak bakal bikin bosan!

Yuk, kita bahas lebih dalam tentang apa aja yang bikin Don't Breathe 2 terasa beda dari film pertamanya!



1. Dari Villain Jadi Anti-Hero?


Di film pertama, Norman Nordstrom (diperankan Stephen Lang) jelas digambarkan sebagai sosok menyeramkan. Seorang pensiunan veteran buta yang tinggal sendirian, tapi punya rahasia kelam di basement rumahnya. Penonton dibuat bersimpati dengan para perampok di awal, tapi ending-nya plot twist banget: ternyata si kakek ini punya sisi gelap yang luar biasa disturbing.


Tapi di Don't Breathe 2, kita malah diajak ngikutin kisah si Norman dari awal. Dia hidup bersama seorang gadis kecil bernama Phoenix, dan mencoba jadi ayah yang baik. Di sini, filmnya seperti ingin membuat penonton simpati kepada Norman. Tapi... tunggu dulu, ini orang yang sama yang nyekap perempuan di ruang bawah tanah, kan?


Inilah yang bikin film ini menarik dan juga kontroversial. Karakter Norman bukan berubah jadi “baik-baik saja”, tapi lebih seperti anti-hero. Kita nggak disuruh sepenuhnya membenarkan masa lalunya, tapi film ini pengen ngasih tahu: bahkan orang paling kelam pun bisa berubah atau setidaknya mencoba.



2. Lebih Brutal dari Film Pertama


Kalau kamu pikir Don't Breathe pertama udah cukup sadis, kamu mungkin bakal kaget nonton yang kedua. Don't Breathe 2 nggak tanggung-tanggung dalam menampilkan kekerasan fisik yang intens dan grafis. Serius, ada beberapa adegan yang bikin pengen tutup mata karena terlalu brutal.


Bedanya, di film kedua ini Norman lebih aktif dalam "memburu" musuh. Kalau sebelumnya dia bertahan di rumah dari para perampok, sekarang dia lebih seperti mesin pembunuh diam-diam yang siap menyerang siapa aja yang mengganggu hidupnya. Dan cara dia melakukannya? Gak kalah kreatif, sekaligus mengerikan.


Film ini benar-benar menekankan insting bertahan hidup si Norman dan kemampuannya membalikkan keadaan meski kondisi fisiknya terbatas. Di satu sisi, kita dibuat kagum sama kecerdasannya. Tapi di sisi lain, kita juga diingatkan kalau dia tetap orang yang berbahaya.



3. Fokus Cerita yang Berbeda


Salah satu hal yang bikin Don't Breathe 2 terasa beda adalah fokus ceritanya. Kalau di film pertama ceritanya sederhana: perampokan yang salah sasaran. Tapi di film kedua, ceritanya lebih luas dan kompleks. Fokusnya bukan lagi tentang mempertahankan rumah, tapi lebih ke hubungan antara Norman dan Phoenix, serta misteri tentang asal-usul si anak ini.


Kita diperlihatkan sisi emosional Norman yang berusaha menjadi ayah. Dia ngajarin Phoenix cara bertahan hidup, melindungi diri, dan bahkan homeschooling. Tapi tentu saja, masa lalunya gak pernah benar-benar hilang. Ketika orang-orang dari masa lalu Phoenix muncul dan ingin mengambilnya, semua jadi kacau.


Cerita ini membawa nuansa yang lebih personal dan emosional, meski tetap dibalut dengan kekerasan dan ketegangan khas thriller. Beberapa penonton mungkin merasa plot-nya agak memaksa, tapi setidaknya film ini mencoba membawa sesuatu yang baru.



4. Siapa yang Benar, Siapa yang Salah?


Satu hal yang bikin Don't Breathe 2 menarik tapi juga bikin galau adalah... kita bingung harus dukung siapa. Norman jelas punya masa lalu kelam. Tapi kelompok yang datang menculik Phoenix juga bukan orang baik-baik. Mereka kejam, penuh dendam, dan punya agenda sendiri.


Jadilah penonton seperti di tengah-tengah. Di satu sisi, kita tahu Norman bukan orang suci. Tapi di sisi lain, kita gak pengen Phoenix jatuh ke tangan yang lebih jahat. Film ini seperti bermain-main dengan moral abu-abu. Tidak ada pahlawan sejati di sini. Yang ada hanyalah manusia-manusia rusak dengan pilihan yang salah dan niat yang kadang setengah benar.


Kalau kamu suka film yang bikin mikir dan mempertanyakan sisi moral karakter, Don't Breathe 2 cukup berhasil di bagian ini.



5. Kesan Kelam yang Lebih Mendalam


Dari sisi tone, film ini lebih gelap—baik secara visual maupun narasi. Setting-nya terasa lebih suram, cuaca mendung, pencahayaan minim, dan banyak adegan berlangsung di lorong-lorong gelap atau tempat kumuh. Semua itu memperkuat kesan bahwa dunia di sekitar karakter-karakter ini udah rusak.


Kesan kelam juga datang dari tema ceritanya: penculikan, eksperimen, kekerasan dalam keluarga, dan trauma masa lalu. Film ini gak mencoba jadi horror dengan jumpscare semata, tapi lebih ke psychological thriller yang bikin kita gak nyaman sepanjang film.


Jadi, Worth It Ditonton?


Jawabannya: tergantung selera kamu. Kalau kamu suka film thriller yang brutal, penuh ketegangan, dan tokohnya abu-abu secara moral, Don't Breathe 2 bisa jadi tontonan yang menarik. Tapi kalau kamu berharap sekuel ini akan memberi penebusan penuh untuk karakter Norman atau ending yang “aman dan nyaman”, siap-siap kecewa.


Film ini berani mengambil risiko dengan membalik peran karakter dan membiarkan penonton menilai sendiri siapa yang pantas mendapat simpati. Meskipun dari sisi logika beberapa plot twist-nya terasa agak dipaksakan, tapi Don't Breathe 2 tetap punya kekuatan di intensitas adegan dan karakter yang kompleks.



Kesimpulan


Don't Breathe 2 bukan sekuel yang “aman”. Film ini justru keluar dari pakem cerita sebelumnya, membawa karakter utama ke arah yang gak terduga, dan menyajikan aksi yang lebih brutal serta cerita yang lebih kelam. Mungkin gak semua orang suka pendekatan ini, tapi gak bisa dipungkiri film ini tetap berhasil bikin penonton terpaku di kursi, deg-degan, dan bertanya-tanya: apa yang akan terjadi selanjutnya?


Kalau kamu siap dengan thriller yang lebih emosional dan penuh kekerasan, Don't Breathe 2 layak masuk daftar tontonan kamu.


Share with your friends

Add your opinion
Disqus comments
Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done